Bisnis Politik di Tahun Ini
JAKARTA- Hajatan terbesar di republik ini selain lebaran adalah pemilu. Bisnis politik semakin kencang pada tahun 2014 ini. Sejumlah pendekatan terhadap sejumlah tokoh organisasi massa serta tokoh penting lainnya terus mengalir. Bisa jadi semuanya dilakukan dengan kalkulasi matang atas keuntungan yang mungkin bisa diraih didepannya.
Aktivitas ini pun dilakukan untuk mengimbangi sejumlah pemasangan poster dan baliho yang dipajang dihampir setiap ruas jalan. Beragam pujian dan janji kepada pihak yang didekati mulai dijalankan sebagai perangkap politik agar diri dan parpolnya dapat didukung dalam pemilu kali ini.
Mungkin saja iklan sejumlah produk usaha sedang bersaing dengan iklan politik. Seperti layaknya sejumlah iklan produk barang dan jasa yang cendrung membohongi publik, politisipun mulai beriklan atas diri ataupun parpolnya. Sebagaimana halnya iklan, kekurangan dan kecacatan pun tidak ditunjukkan kepada publik dengan harapan publik dapat terpesona dan bersimpati.
Jika politik dituding menghalalkan segala cara, bisa jadi hal demikian sedang dijalankan. Kegiatan keagamaan ataupun musibah yang menimpa sejumlah penduduk, dapat saja dijadikan media iklan untuk menarik simpatinya. Bila hal demikian senantiasa dilakukan, maka kegiatan agama atau musibah dapat saja dijadikan kendaraan untuk kesuksesan usaha politiknya. Bila warganya cerdas, maka efek word of mouth-nya menjadi buruk bagi parpol serta kader yang memanfaatkannya. Bisa jadi tudingan mengail di air keruh berkembang dan menurunkan popularitas parpol.
Tidak heran jika iklan politik mesti bertumpu pada etika yang tidak memanfaatkan setiap momen agar tidak dituduh miring oleh lawan politiknya. Etika harus didukung kompetensi mengamalkannya seperti Bowman (2010) tuliskan. Dengan tumpuan nilai yang terkandung dalam ajaran agama dan filsafat negara yang ada, etika bukan sesuatu yang boleh diperdagangkan untuk kepentingan tertentu. Namun, kepentingan tertentu tidak boleh dijual tanpa landasan etika. Dengan cara ini, politik etis akan berkembang sehingga janji yang diobralkan bukanlah kebohongan publik yang melanggar etika.
Dalam politik, kepuasan publik haruslah utama. Kekecewaan publik atas produk perusahaan politik tertentu dapat mengurangi animo publik untuk mengonsumsi produk yang dihasilkannnya. Dampaknya, sejumlah parpol dapat menurun popularitasnya, bukan hanya digembosi oleh pesaingnya, namun juga oleh prilaku kader yang tidak memuaskan rakyatnya.
Oleh sebab itu, jika bisnis politik ingin sukses, maka seleksi ketat atas kadernya haruslah sangat ketat pula agar kader bulus tidak boleh lulus menjadi penerusnya. Berkembangnya kasus korupsi yang dilakukan sejumlah kader parpol menunjukkan jika kualitas kadernya tidak benar. Namun, hal ini dapat dimaklumi karena merekrut kader bagi parpol baru sangtalah sulit sehingga yang mau saja sudah bisa menjadi pentolan parpolnya untuk merekrut yang lain.
Pantas jika Moelyono (2004) mengkriteriakan figur yang vision, values, dan courage. Dalam tubuh parpol pun figur pemimpinnya mestilah demikian. Visi parpol tidak dapat dicapai ketika kadernya tidak faham atas visi tersebut. Dampaknya, bukan dukungan yang dijalankan, namun gangguan sehingga visinya terbengkalai. Demikian hal nya dengan sejumlah kasus merosotnya popularitas parpol berkaitan dengan penegakan nilai oleh kadernya yang rendah.
Mencermati kondisi diatas, courage elite parpol menjadi penting agar bisnis politiknya bisa memuaskan publik. Kader yang gegar budaya didamprat agar tidak mempermalukan parpolnya. Pembinaan elite terhadap kader sebelum di-launching menjadi penting agar menjadi komoditas parpol yang diminati konsumen.
Pemintaan tersebut tidak mudah dibangun karena isi harus sesuai dengan kemasan. Oleh sebab itu, parpol tidak boleh menampilkan kemasan tulus dengan isu bulus agar tidak dianggap penipuan. Barulah kesesuaian tersebut dapat diiklankan untuk diseleksi publik agar mampu memberikan kepuasan.
Tatkala komoditas gagal tidak dieliminasi oleh elite parpol, bisa jadi kasus perusakan nama baik berkembang terus, Karena itu, kader yang baik jangan sampai tergelincir berbuat ulah karena kewajiban setoran kepada parpolnya sehingga mencari sejumlah dana dengan menghalalkan segala cara pula.
Bila hal itu dibiarkan, peruskaan visi ataupun values pun bisa marak dilakukan sejumlah kader. Hal demikian akan berbahaya jika terendus media dan dipublikasikan keburukannya. Tidak heran jika bisnis politik parpol tertentu bisa rusak oleh nila setitik.
Tahun politik 2014 tentu menjadi bisnis politik yang menantang. Bukan hanya menjual kadernya untuk duduk di legeslatif, namun juga untuk menjual figur agar menjadi presiden. Hanya, publik menghendaki produk atau dagangan parpol yang mampu memberengus KKN, menegakkan law enforcement dan membangun transparansi.
Mungkin saja sejumlah parpol akan sukses dengan bisnisnya, namun sejumlah lainnya akan tersungkur akibat ulah kadernya yang memalukan. Publik pun bisa terpenuhi harapannya jika yang datang ratu adil dan satria paningit, bukan sebaliknya.
Ditulis oleh H. Azasi Hasan, SE. MM (Kandidat Doktor Ilmu Ekonomi dan Bankir Bank BUMN)
sumber; beresnews
![](https://lh4.googleusercontent.com/-uA5WeOHlr8c/UDhfGlodu8I/AAAAAAAAAFE/EXdyfGNIdN4/s146/indecsonline.png)