|

Senam Politik Jejaring Alumni HMI versus Kelihaian Jejaring SBY

JAKARTA--Tidak ada hal yang lebih menarik perhatian khalayak, ketika Anas Urbaningrum ditetapkan oleh KPK (Komisi Pembrantasan Korupsi) sebagai tersangka dalam kasus Hambalang, selain ihwal tandang sejumlah tokoh nasional lintas partai dan profesi yang datang ke rumah Anas.

Menarik. Meski yang datang adalah para tokoh yang berbeda partai dengan partai Anas, namun mereka memiliki latar belakang serupa. Yaitu sama-sama mantan aktifis Himpunan  Mahasiswa Islam (HMI) yang berhimpun kembali dalam komunitas lintas generasi di organisasi massa KAHMI (Kops Alumni HMI). Wajar karena Anas adalah Ketua Umum PB HMI yang ke-22 produk Kongres Yogyakarta tahun 1996.

Kendati semua tokoh KAHMI itu datang sendiri-sendiri pada jam dan hari yang berbeda, yang pasti kepada pers, mereka memberi penjelasan yang serupa. Yaitu datang untuk menghibur dan membesarkan hati Anas agar tegar menghadapi tuntutan hukum.

Para Petandang di Rumah Anas

Luar biasa yang bertandang adalah sekelas mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla, mantan Ketua DPR Akbar Tanjung, mantan Ketua BPK Anwar Nasution. Bahkan juga yang masih menjabat Ketua MK, Mahfud MD. Belum lagi para tokoh yang lain meski tidak sesenior mereka tadi.

Ada juga petandang dari luar komunitas HMI. Contoh, Harry Tanoesoedibjo sang media baron yang baru saja bergabung ke Partai Hanura. Harry mengaku dia datang sebagai rekan untuk menemui sahabat yang terkena musibah. 

Ternyata misi kedatangan Harry malah mendapat hadiah, berupa hak wawancara eksklusif pertama dari Anas untuk RCTI sebagai salah satu stasiun televisi milik Harry.

Lantas bila Harry senang mendapat hadiah, apa yang lain tidak? Mereka juga dapat. Terutama para rekan lain partai yang getol mengorek skandal Bank Century yang merugikan negara Rp6,7triliun, Anas memberikan cenderamata berupa kesiapan dia memberi hinges terkait fakta keterlibatan siapa saja dan tengara sejumlah aliran dana.

Apalagi kasus Bank Century itu juga dinilai khalayak bagai 'duri dalam daging' bagi Partai Demokrat. Kasus yang sampai kini tak kunjung tuntas, sehingga melahirkan spekulasi bahwa aliran dana Century itu mengalir ke kas Demokrat guna biaya kampanye Pemilu 2009. Sehingga meski Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah berkali-kali membantahnya, namun isu ini tak pernah benar-benar terpupus.

Isu Century Celah Negosiasi

Isu Century itu kembali diungkit Anas melalui Yuddy Chrisnandi, sahabatnya sesama KAHMI. Lewat Yuddy, Anas mengisiki bahwa skandal itu termasuk 'bacaan bersama' dari 'halaman berikutnya'. Isyarat ini menguat karena bersamaan dengan kunjungan Yuddy, di rumah Anas saat itu sudah tiba Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso dari Partai Golkar yang juga menjadi Ketua Tim Pengawas Century, berserta politisi PKS Misbakhun yang menjadi inisiator hak angket Bank Century.

Gayung bersambut kata berjawab. Apa pun niat Anas atas kasus Century, Timwas Century DPR menyambut antusias. Dibentuklah tim kecil beranggota 9 orang untuk menggali info langsung dari Anas di rumahnya. Dan   bila terbukti informasi itu kuat, DPR akan mengagendakan forum resmi di Senayan guna memeriksa kesaksian Anas. Karuan Ketua DPR Marzuki Alie yang juga petinggi Partai Demokrat bergegas menolak inisiatif tadi. 

Anwar Nasution, yang sebelum menjadi Ketua BPK pernah jadi Deputy Senior Bank Indonesia, juga mengaku datang sebagai senior yang ingin membesarkan hati juniornya itu, jelas tak bisa dilepaskan dari akses data yang dimilikinya berkenaan dengan temuan audit BPK atas kasus Century.
Anas Ganti Sandera Ibas

Berbekal data selama aktif di Partai Demokrat dan pasok baru dari berbagai senior beserta dukungan rekan se-almamater yang meretas jalan menciptakan panggung baginya, plus kawalan di sisi proses hukum dari KAHMI maka Anas berani menantang para pihak yang dia nilai telah menzaliminya.

Nah itu sebabnya Keluarga Cikeas berang. Terutama tatkala Anas dalam wawancara eksklusif  televisi, juga mengindikasikan bahwa Nazaruddin memang berkicau memberi USD200.000 pada Sekjen Partai Demokrat, Ibas Yudhoyono, yang Anas dengar langsung saat Nazar diperiksa Amir Syamsudin.   

Anas kepada RCTI menyebutkan apa Ibas menerima aliran dana Hambalang atau tidak, selayaknya dijelaskan oleh Amir Syamsudin. Terkeculai jika petinggi Partai Demokrat yang menjabat Menteri Hukum dan HAM itu menolak, baru Anas bersedia menjawab. Kesediaan Anas buka mulut itu dia ulangi lagi kepada TV One. "… Pak Amir mau bicara atau tidak, terserah. Tapi kalau saya dibutuhkan sebagai 'pemain cadangan' bolehlah," kata Anas.

Kesan bahwa Anas siap mengajak SBY saling buka kartu masing-masing tentu memicu sikap pro dan kontra di kalangan elit internal Partai Demokrat, maupun elit lintas partai. Sehingga yang patut dipertanyakan, apa Anas memang sudah siap untuk itu? Apa dia sudah di posisi senekad Nazarudin yang terpojok sehingga terpaksa bersikap 'tiji tibeh' atau mati siji mati kabeh (mati satu, mati semua). Lantas Bharata Yudha atau Kurawa Yudha macam apa yang akan ditawarkan Anas yang merasa diri sebagai Puntadewa?

KAHMI Kawal Hak Hukum Anas

Wajar jika kemudian Ketua MK Mahfud MD yang juga Ketua Presidium KAHMI, membela Anas. Bagaimanapun hak hukum Anas, harus dikawal agar proses hukum pemeriksaan dia sebagai tersangka tetap berjalan obyektif dan adil. Meski pernyataan itu seolah melindungi Anas, mengingat sebelumnya, Mahfud pernah lantang menyatakan KAHMI tidak melindungi koruptor.

Sikap Mahfud yang terkesan mendua bisa difahami. Mengingat ada hutang budi dia berkenaan dengan isu pencapresan Mahfud, menurut sumber aktual,co memang didongkrak SBY melalui instruksi diam-diam kepada Marzukli Alie untuk membuat survei yang mempromosikan nama Mahfud. 

Padahal pada sisi lain, terbetik berita Anas diam-diam juga melemparkan bola panas, berupa isu bahwa Partai Demokrat mungkin mencapreskan Mahfud MD dalam Pilpres 2014.

Bisa difahami jika SBY sebagai pemilik Partai Demokrat mengkal, akibat Anas sebagai bayi yang tak diharapkan ini kembali lancang. Padahal, di balik upaya mendongkrak elektabilitas Mahfud tadi, tersirat ada keinginan SBY menciptakan suar baru bagi alumni HMI yang selama ini condong berkiblat pada Jusuf Kalla, maupun pada Akbar Tanjung sang King's Maker, Golkar.

Jejaring Lintas Partai KAHMI

Memang tidak mudah bagi SBY dan kawan-kawan untuk mengendalikan jejaring alumni HMI. Contoh, Jusuf Kalla seusai menjabat Wakil Presiden, dia memang memposisikan diri netral selaku Ketua Umum PMI (Palang Merah Indonesia). Tapi khalayak ramai juga tahu bahwa JK kini condong dekat dengan Megawati. Sehingga menimbulkan opini bahwa mungkin mereka akan berduet di dalam Pilpres mendatang.

Akbar Tanjung dinilai memiliki agenda tersendiri terhadap Golkar maupun kepentingan lintas partai. Apalagi mantan Ketua Umum Partai Golkar dan juga mantan Ketua Umum HMI ini, ketika membesarkan hati Anas di rumahnya, memberi pesan bermakna ganda. Yaitu menyitir pernyataan mendiang Perdana Menteri Inggris, Winston Chirchill: "Dalam kehidupan, anda dibunuh sekali mati. Tapi dalam politik, meski anda dibunuh beberapa kali pun akan bisa bangkit kembali."

Kelihaian Anas memainkan kartu jejaring KAHMI sebagai benteng pertahanannya, cukup membuat repot SBY. Contoh berkat bocoran info dari Komisioner KPK, Chandra Hamzah alumni HMI dan mantan Ketua Senat Mahasiswa Universitas Indonesia, Anas berhasil meloloskan Nazarudin kabur ke Singapura.

Mainkan Faksionalisasi Alumni HMI

Namun selaku jendral dengan karakter dan rekam jejak tersendiri, SBY niscaya punya data base memadai untuk memainkan kartu-kartu faksionalisasi senioren HMI yang saling berbenturan. Contoh ini dialami Fuad Bawazier, yang acap vokal mengkritisi SBY. Fuad malah jadi berseteru sengit dengan Abdullah Hehamahua terutama dalam isu seolah ada skandal pajak.  

Untuk mengimbangi Anas, SBY juga punya kartu senioren HMI yang lain, mantan Ketua Dewan Mahasiswa Universitas Indonesia yang kini jadi Sekretaris Kabinet. Itulah Dipo Alam yang kini  tiba giliran harus angkat bicara menyatakan prihatin atas dugaan korupsi di proyek Hambalang yang menjerat Anas Urbaningrum. Namun, yang terjadi pada Anas itu, tandas Dipo, ini murni masalah hukum, bukan dilandasi kepentingan politik apa pun.

"Saya dulu masuk penjara Guntur melawan Pak Harto. Itu konsekuensi saya sendiri. Saya tidak libatkan anggota HMI, tidak komplain ke siapa-siapa. Kalau masalah hukum kayak gini ya ikuti saja prosesnya," ujar Dipo.

Lebih baik Anas, imbau Dipo, bicara langsung dengan Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat, SBY dari pada mengumbar masalahnya seolah bagian dari konspirasi politik. Sehingga Anas bisa fokus menghadapi proses hukum tanpa menyeret lembaga HMI maupun KAHMI. Apalagi masalah Anas juga bukan masalah HMI atau KAHMI. Tidak relevan.

"Ini not the end of the world. Lagi pula tanggal 15 Maret 2013 ini HMI akan menyelenggarakan Kongres ke-28. Saya percaya bung Anas, sebagai mantan Ketua PB HMI dan Presidium KAHMI ingin mensukseskan juga kongres adik-adik kita," bujuk Dipo.

Wah dari isi pernyataan Dipo tersirat bahwa SBY juga mengancam balik Anas. Malah, ancaman itu bisa berdampak meluas terhadap HMI maupun KAHMI. 

Apalagi  Fahmi Idris juga mulai terjun. Tampak jelas SBY tengah mengocok ulang kartu faksionalisasi jejaring lintas partai alumni HMI yang ada di Golkar maupun Demokrat. Padahal masih banyak lagi jejaring alumni HMI di PAN, PPP maupun PKS konco koalisi SBY. Melalui sang besan Hatta Rajasa, SBY juga bisa mengakses sejumlah alumni HMI di PAN. Bahkan posisi Suswono, Menteri Pertanian dari PKS, kini juga berada di dalam remote control SBY. Juga di PPP.

Belum lagi jika SBY memainkan kombinasi jejaring kartu alumni nonHMI, 
seperti dari kalangan PMII-NU (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia dari Nahdlatul Ulama) atau kelompok Sosialis. Lihat saja, mengapa tiba-tiba Ulil Abshar Abdalla dan Rachland Nasidiq mendadak buka suara atas nama Partai Demokrat.Makin ramai deh percaturan.

Jejaring Alumni GMNI

Padahal SBY masih menyimpan kartu lain dari jejaring alumni Kelompok Cipayung yang bisa dia mainkan tiap saat, seperti alumni GMNI (Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia). Jejaring yang berhasil membuat SBY meraih gelar doktor pertanian di IPB. Sehingga sebagai balas budi, SBY lalu mengangkat mereka di posisi staf khusus dan malah juga menjadi Kepala BPN (Badan Pertanahan Nasional). Bahkan ada seorang jendral yang pernah menjadi Ketua Dewan Pakar Nasional (Wankarnas) Persatuan Alumni GMNI, kini duduk di Majelis Tinggi Partai Demokrat. Itulah dia TB Silalahi.

Uji coba pembenturan jejaring alumni GMNI dengan alumni HMI ini pernah dilakukan melalui peniupan isu, bahwa Soekarwo Gubernur Jatim yang juga Ketua PA GMNI, adalah calon kuat pengganti Ketua Umum Partai Demokrat jauh beberapa bulan, sebelum Anas dilengserkan. Apalagi Soekarwo juga Dewan Kehormatan DPD Partai Demokrat Jatim.

Jejaring alumni GMNI ini juga yang dulu sukses mengangkat pencitraan SBY melalui Blora Center sehingga dia menang Pilpres menghadapi pertahanan Megawati. Bagi SBY jejaring GMNI yang dulu dikomandani Suko Sudarso ini bisa diandalkan. Terutama dalam mengimbangi jejaring alumni GMNI di PDI Perjuangan, yang dibawah penilikan Taufik Kiemas.

SBY niscaya juga memiliki data lengkap tentang peran signifikan dari jejaring alumni GMNI yang berporos pada Bondan Gunawan ketika mendukung kepemimpinan Presiden Abdurrahman Wahid alias Gus Dur. Atau jejaring Muladi dkk yang dipercaya oleh Presiden BJ Habibie. Maupun peran kuat Siswono Yudo Husodo dkk semasa Presiden Soeharto.

Operasi Senyap Alumni Magelang

Yang pasti sehebat apapun kinerja jejaring alumni Kelompok Cipayung dan sejawatnya, di mata SBY pasti tidak sehebat peran jejaring alumni Magelang yang selama ini jadi andalan SBY di dalam melancarkan operasi senyap.
Termasuk pengalaman SBY ketika menggelar operasi 27 Juli 1996 guna merebut kantor DPP PDI di Jalan Diponegoro yang diduduki aktifis Pro Mega berdasarkan kecermatan hasil rapat di Kodam Jaya tanggal 24 Juli 1996. Sehingga SBY beroleh kredit poin tinggi di mata Soeharto untuk dipromosikan menjadi mayor jendral dan Pangdam Sriwijaya hanya dalam tempo selang dua hari.

Maka itu apa yang kini coba dilancarkan Anas melalui semacam penggalangan jejaring KAHMI, boleh jadi di mata SBY dinilai baru sebatas senam-senam awal pemanasan politik saja. Jadi kini terpulang pada nyali Anas, di dalam mengisi halaman berikut dari buku khazanah politik terbaru yang dia janjikan saat menyatakan berhenti dari Partai Demokrat. (Aktual.co)

Dhia Prekasha Yoedha

redaksi









































Posted by IndecsOnline.com on 07.44. Filed under , . You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0. Feel free to leave a response
Kirim Komentar Anda:
Pembaca dapat mengirimkan komentar terkait artikel yang ditayangkan. Isi komentar bukan merupakan pandangan, pendapat ataupun kebijakan www.dumaiportal.com dan sepenuhnya menjadi tanggung jawab pengirim.

Pembaca dapat melaporkan komentar jika dianggap tidak etis, kasar, berisi fitnah, atau berbau SARA. www.dumaiportal.com akan menimbang setiap laporan yang masuk dan dapat memutuskan untuk tetap menayangkan atau menghapus komentar tersebut.

1 komentar for "Senam Politik Jejaring Alumni HMI versus Kelihaian Jejaring SBY"

  1. wah menarikkk..good job!

Leave a reply