Guru Pukul Murid Langgar UU Sisdiknas
JAKARTA -- Kekerasan terhadap siswa kembali terjadi untuk kesekian
kalinya. Kasus pemukulan oknum guru terhadap muridnya, tampaknya masih
saja mewarnai wajah dunia pendidikan di Indonesia.
Kasus yang
terbaru, adalah aksi pemukulan yang dilakukan seorang oknum guru SMPN 4
Lingsar, Mataram, NTB. Oknum guru Seni Budaya dan Keterampilan (SBK)
tersebut tidak tanggung-tanggung memukul lima siswa kelas VIII SMPN 4
Lingsar. Penyebabnya, karena kelima siswa tersebut tidak membawa buku
lembar kerja siswa (LKS). Kelima siswa itu dipukul dengan pecahan batu
bata pada bagian kepala.
Menanggapi peristiwa itu, Sekjen Komnas
Pendidikan Andreas Tambah mengatakan, pihaknya sangat prihatin dengan
perilaku guru yang seperti itu. Memukul siswa dengan pecahan batu bata,
berarti oknum guru tersebut telah melakukan kekerasan.
''Oknum guru
tersebut sudah melanggar Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional yang
melarang penggunaan kekerasan dalam mengajar. Selain itu dia juga
melanggar HAM,'' kata Andreas, Rabu, (5/3).
Kebanyakan kekerasan
yang dilakukan guru terhadap siswanya, terang Andreas, tidak
diselesaikan secara damai dalam internal satuan pendidikan. Hal itu
karena posisi pendidikan dalam posisi tawar. Dia melihat, untuk kasus
kekerasan yang dilakukan guru, sudah tidak ada kewibawaan lagi, sehingga
kasus seperti ini larinya ke jalur hukum atau ke kepolisian.
Pemerintah,
ujar Andreas, harus melakukan tindakan tegas terhadap oknum guru yang
berbuat kekerasan. Harus ada sanksi administrasi, misalnya dimutasi ke
daerah lain atau golongannya diturunkan agar jera.
Dengan adanya
sanksi tegas, kata dia, diharapkan akan membuat guru-guru lain berpikir
panjang sehingga tidak akan melakukan kekerasan. ''Kalau oknum guru
tersebut hanya diskors tidak boleh mengajar beberapa bulan, itu malah
keenakan dan tidak membuat jera,'' ujarnya.
Sebenarnya, ujar
Andreas, guru berperilaku keras atau kasar memang sudah ada dari zaman
Belanda. Ini terjadi karena pemerintah tidak tegas. Bahkan terkadang
Kepala Dinas Pendidikan di daerah menutupi kekerasan yang dilakukan guru
kepada muridnya.
Sementara itu anggota Komisi X DPR RI dari
Fraksi PKS, Surahman Hidayat menyesalkan masih adanya kekerasan oknum
guru terhadap murid. Guru seharusnya memberi contoh dan tauladan,
khususnya kepada para siswanya di dunia pendidikan dan umumnya pada
masyarakat.
Kemendikbud, ujar Surahman, harus melakukan
pembenahan dan penyadaran pada para guru di tanah air terkait fungsi dan
tugas guru. Hal ini karena nasib generasi penurus bangsa ini berada di
tangan guru.
Seorang guru, kata dia, harus memiliki keseimbangan,
antara kecerdasan intelektual dan moral. Seorang guru yang memiliki
kecerdasan intelektual tinggi, tetapi tidak diimbangi dengan kecerdasan
moral yang tinggi, maka akan memberikan pengaruh terhadap siswanya.
Menanggapi
masih adanya oknum guru yang melakukan kekerasan tersebut, Kepala Pusat
Informasi dan Humas Kemendikbud Ibnu Hamad menyesalkan peristiwa
tersebut. Menurutnta, pemukulan, apalagi menggunakan pecahan batu bata
tentu sangat tidak dibenarkan. ''Kalau memang siswa tidak membawa LKS,
guru seharusnya bisa mengingatkan besok harus membawa LKS, bukan
dipukul, " kata Ibnu di Jakarta, Rabu, (5/3).
Pemukulan terhadap
siswa, ujar Ibnu, merupakan sikap yang tidak mendidik. Namun soal sanksi
kepada oknum guru tersebut, menurutnya, kepala sekolah yang lebih
berwenang.
Kepala sekolah kata dia, merupakan guru yang memiliki
kewenangan sebagai manager sekolah. Ia berhak mengevaluasi oknum guru
terlebih dahulu,lalu memberikan sanksi yang pas kepadanya.
Selain
mengevaluasi guru yang bersangkutan, kepala sekolah juga bisa membawa
masalah ini ke level dewan guru. Jika keputusan masih sulit diambil,
kepala sekolah bisa berdiskusi dengan kepala dinas pendidikan setempat.
Posisi
guru juga merupakan PNS daerah. Karena itu, pimpinan daerah setempat
yang bisa mengambil keputusan terhadap oknum guru tersebut.
Kasus
pemukukan terhadap lima siswa SMPN 4 Lingsar, kini sudah ditangani oleh
kepolisian setempat. Salah seorang siswa berinisial A telah melaporkan
aksi kekerasan tersebut. ''Kekerasan yang dilakukan oleh guru itu, sudah
berulang kali dilakukan dan kali ini sudah keterlaluan," kata Divisi
Hukum dan Sosial Yayasan Perduli Anak, Ramdani Hamdi di Lombok Barat,
Selasa (4/3).
Menurut Ramdani, pemukulan ini sudah dilaporkan ke
Polsek Lingsar dengan nomor laporan LP/19/III/2014/NTB/Res Mtr/ Sek
Lingsar tanggal 3 Maret 2014. Menurutnya, pelaporan ini bermula saat
siswa korban pemukulan pulang dengan kondisi kepala benjol. Melihat
kondisi tersebut, Ramdani lantas mengantarkan A ke pusat pengobatan guna
mendapatkan pengobatan dan dilakukan visum.
Dia mengatakan,
dugaan aksi kekerasan oleh oknum guru tersebut bukan kali pertama
terjadi. Sebelumnya korban juga pernah dipukul menggunakan kayu karena
lupa membawa buku gambar. n dyah ratna meta novia/antara ed: andi nur
aminah
Informasi dan berita lain selengkapnya bisa dibaca di Republika, terimakasih.
sumber; Republika
![](https://lh4.googleusercontent.com/-uA5WeOHlr8c/UDhfGlodu8I/AAAAAAAAAFE/EXdyfGNIdN4/s146/indecsonline.png)