2 x 10 dari Ibnu Qoyyim Al Jauziyyah
Bismillahirrahmaanirrahiim,
Ada sebuah kata-kata bijak yang
indah berbunyi “Alangkah indahnya nasihat apalagi bila disampaikan oleh
seorang alim yang sholeh lagi bertaqwa”.
Subhanallah berkenaan
dengan kalimat ini menurut pendapat saya sangat tepat jika kita sematkan
salah satunya kepada Imam besar Ibnu Qayyim Al Jauziyyah. Muhammad bin
Abi Bakr, bin Ayyub bin Sa'd Al Zar'i, Al Dimashqi bergelar Abu Abdullah
Syamsuddin, atau lebih dikenal dengan nama Ibnu Qayyim Al Jauziyyah.
Dinamakan demikian karena ayahnya berada atau menjadi penjaga (Qayyim)
di sebuah sekolah lokal yang bernama Al Jauziyyah.
Beliau
dilahirkan di Damaskus, Suriah pada tanggal 4 Februari 1292, dan
meninggal pada 23 September 1350. Dikenal sebagai seorang Imam Sunni,
cendekiawan, dan ahli fiqh yang hidup pada abad ke-13. Beliau adalah
ahli fiqih bermazhab Hambali. Di samping itu juga seorang ahli Tafsir,
ahli Hadits, penghafal Al Quran, ahli ilmu Nahwu, ahli Ushul, ahli ilmu
Kalam, sekaligus seorang Mujahid.
Ibnul Qayyim pernah dipenjara,
dihina dan diarak berkeliling bersama Ibnu Taimiyah sambil didera dengan
cambuk di atas seekor Unta. Setelah Ibnu Taimiyah wafat, Ibnul Qayyim
pun dilepaskan dari penjara. Hal itu disebabkan karena beliau menentang
adanya anjuran agar orang pergi berziarah ke kuburan para wali.
Beliau
peringatkan kaum muslimin dari adanya khurafat kaum sufi, logika kaum
filosof dan zuhud model orang-orang hindu ke dalam Firqah Islamiyah.
Ibnu Qayyim Al Jauziyah, wafat pada malam Kamis, tanggal 18 Rajab tahun
751 Hijriyah.
Ada banyak sekali nasihat-nasihat dari beliau yang
telah banyak dibukukan dan mudah didapatkan di toko-toko buku. Salah
satu yang saya kutip adalah “Perkara sia-sia yang paling besar dan pokok
di antara hal-hal tersebut ialah menyia-nyiakan waktu dan
menyia-nyiakan hati. Menyia-nyiakan hati ialah dengan mementingkan dunia
dari pada akhirat. Sedangkan menyia-nyiakan waktu ialah dengan
memanjangkan angan-angan.”
Berikut kutipan 10 nasihat Ibnu Qayyim ;
1. Ilmu yang tidak diamalkan. Artinya tidak menjadi manfaat bagi dirinya sendiri dan orang banyak.
2. Amalan yang tidak ikhlas dan tidak ada contohnya dari Rasulullah SAW dan para sahabat.
3.
Harta yang tidak diinfakkan, tidak menjadi nikmat di dunia (artinya
tidak dijalankan fungsi sosial dari harta tersebut) juga tidak menjadi
investasi untuk kehidupan akhirat.
4. Hati yang kosong dari cinta dan kerinduan kepada Allah SWT.
5. Tubuh yang tidak digunakan untuk ta'at, mengabdi serta mencintai-Nya.
6. Mencintai Allah namun tidak berpegang kepada ridha Allah dan mengikuti perintah-Nya.
7.
Waktu yang tidak diisi untuk memperbaiki hal yang terlewatkan darinya,
serta tidak berbuat kebaikan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.
8. Pikiran yang digunakan untuk hal-hal yang tidak bermanfaat.
9. Membantu orang yang tidak mendekatkan diri kita pada Allah, namun juga tidak mendatangkan kebaikan untuk dunia.
10.
Takut serta mengharap kepada manusia. Yang sebenarnya ubun-ubun semua
manusia berada dalam genggaman Allah. Dia adalah tawanan yang dikuasai
oleh Allah, tidak dapat menghindarkan hal-hal yang membahayakan dari
dirinya serta tidak dapat mendatangkan manfaat untuk dirinya, tidak
dapat menghidupkan dan mematikan dirinya serta tidak dapat membangkitkan
dirinya.
Itulah sepuluh ringkasan pertama nasihat-nasihat beliau
terhadap perkara yang sia-sia. Berikut di bawah ini sepuluh nasihat
Ibnul Qayyim ra untuk menggapai kesabaran diri agar tidak terjerumus
dalam perbuatan maksiat:
Pertama, hendaknya hamba menyadari
betapa buruk, hina dan rendah perbuatan maksiat. Dan hendaknya dia
memahami bahwa apapun bentuk ibadah yang diperintahkan Allah, itu
hanyalah untuk kebaikan manusia itu sendiri. Bentuk larangan karena
betapa Allah sayang kepada makhluk-Nya.
Kedua, merasa malu kepada
Allah SWT. Konsep ihsan seperti yang dinyatakan oleh Rasulullah SAW.
“Engkau beribadah kepada Allah seolah-olah engkau melihat-Nya. Dan jika
engkau tidak melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia selalu melihatmu.”
Ketiga,
senantiasa menjaga nikmat Allah yang dilimpahkan kepadamu dan
mengingat-ingat perbuatan baik-Nya kepadamu. Konsep syukur sebagaimana
yang disebutkan dalam Qur’an Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu
memaklumkan: "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah
(ni'mat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (ni'mat-Ku), maka
sesungguhnya azab-Ku sangat pedih". (QS. Ibrahim : 7). Apabila engkau
berlimpah nikmat maka jagalah, karena maksiat akan membuat nikmat hilang
dan lenyap.
Keempat, merasa takut kepada Allah dan khawatir
tertimpa hukuman-Nya. Sebagaimana dinyatakan dalam Qur’an “Sesungguhnya
mereka itu tidak lain hanyalah setan yang menakut-nakuti (kamu) dengan
kawan-kawannya (orang-orang musyrik Quraisy), karena itu janganlah kamu
takut kepada mereka, tetapi takutlah kepadaKu, jika kamu benar-benar
orang yang beriman”. (QS. Ali Imran : 175)
Kelima, mencintai
Allah SWT. Karena seorang kekasih tentu akan menaati sosok yang
dikasihinya. Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah,
ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." Allah
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Ali Imran : 31) Sesungguhnya
maksiat itu muncul diakibatkan oleh lemahnya motivasi cinta.
Keenam, menjaga kemuliaan dan kesucian diri serta memelihara kehormatan dan kebaikannya.
Ketujuh,
memiliki kekuatan ilmu tentang betapa buruknya dampak perbuatan maksiat
serta jeleknya akibat yang ditimbulkannya dan juga bahaya yang timbul
sesudahnya yaitu berupa muramnya wajah, kegelapan hati, sempitnya hati
dan gundah-gulana yang menyelimuti diri karena dosa-dosa itu akan
membuat hati menjadi mati.
Kedelapan, memupus buaian angan-angan
yang tidak berguna. Dan hendaknya setiap insan menyadari bahwa dia tidak
akan tinggal selamanya di alam dunia. Dan mestinya dia sadar kalau
dirinya hanyalah sebagaimana tamu yang singgah di sana, dia akan segera
berpindah darinya. Sehingga tidak ada sesuatu pun yang akan mendorong
dirinya untuk semakin menambah berat tanggungan dosanya, karena
dosa-dosa itu jelas akan membahayakan dirinya dan sama sekali tidak akan
memberikan manfaat apa-apa.
Kesembilan, hendaknya menjauhi sikap
berlebihan dalam hal makan, minum dan berpakaian. Karena sesungguhnya
besarnya dorongan untuk berbuat maksiat hanyalah muncul dari akibat
berlebihan dalam perkara-perkara tadi. Dan di antara sebab terbesar yang
menimbulkan bahaya bagi diri seorang hamba adalah waktu senggang dan
lapang yang dia miliki karena jiwa manusia itu tidak akan pernah mau
duduk diam tanpa kegiatan. Sehingga apabila dia tidak disibukkan dengan
hal-hal yang bermanfaat maka tentulah dia akan disibukkan dengan hal-hal
yang berbahaya baginya.
Kesepuluh, sebab terakhir adalah sebab
yang merangkum sebab-sebab di atas yaitu kekokohan pohon keimanan yang
tertanam kuat di dalam hati. Maka kesabaran hamba untuk menahan diri
dari perbuatan maksiat itu sangat tergantung dengan kekuatan imannya.
Setiap kali imannya kokoh maka kesabarannya pun akan kuat dan apabila
imannya melemah maka sabarnya pun melemah. Dan barang siapa yang
menyangka bahwa dia akan sanggup meninggalkan berbagai macam
penyimpangan dan perbuatan maksiat tanpa dibekali keimanan yang kokoh
maka sungguh dia telah keliru.
Subhanallah wal hamdulillah, semoga kita termasuk orang-orang yang dapat menjalankan nasihat-nasihat beliau. Aamiin.
sumber: Republika
![](https://lh4.googleusercontent.com/-uA5WeOHlr8c/UDhfGlodu8I/AAAAAAAAAFE/EXdyfGNIdN4/s146/indecsonline.png)