Amir Syamsuddin Akui SBY Marah dalam Rapat 23 Mei 2011
Menurut Amir, memang ada kemarahan SBY. Namun, penyebabnya karena Bendahara Umum Partai Demokrat saat itu, Muhammad Nazaruddin, tidak mau mundur dari jabatannya di partai.
Pada saat itu, Nazaruddin dibidik KPK karena diduga menerima suap Rp 4,6 miliar dari PT Duta Graha Indah untuk memuluskan proyek pembangunan Wisma Atlet, Sumatera Selatan.
Dia membantah kabar yang menyebut kemarahan luar biasa dari SBY diakibatkan pengakuan Nazaruddin bahwa anak bungsu SBY, Edhie Baskoro Yudhoyono, dan Ibu Negara, Ani Yudhoyono, turut menerima uang haram. Kabar itu menggambarkan SBY sampai menggebrak meja dua kali dan mengakibatkan meja terpelanting.
"Itu betul-betul penyesatan informasi," tegasnya saat wawancara yang disiarkan langsung dari studio Metro TV beberapa saat lalu (Kamis, 28/2).
Menurut Menteri Hukum dan HAM ini, kala itu Dewan Kehormatan menggelar sidang untuk meminta Nazaruddin mundur dari kepartaian maupun DPR. Bahkan, sebelumya SBY selaku Ketua Dewan Pembina dan Ketua Dewan Kehormatan sebenarnya merasa tidak perlu untuk menemui Nazaruddin secara langsung.
"Nazaruddin menyatakan mau mundur dari DPR tapi dia ingin bertahan sebagai bendahara umum partai. Memang ada kemarahan SBY yang terkendali, tidak seperti digambarkan pers itu," katanya.
Dia tegaskan pula bahwa pertemuan itu sama sekali tidak membahas perkara Hambalang karena saat itu kasus tersebut belum meluap ke publik.
"Bukan hanya saya, semua yang hadir di rapat itu masih hidup. Tidak ada satu kalimat pun yang menyebut nama Ibas, apalagi menyebut nama Ibu Negara," ungkapnya.
Sidang Nazaruddin itu, diterangkannya, dihadiri oleh lima orang pejabat Dewan Kehormatan yaitu SBY (Ketua), Anas Urbaningrum (Wakil Ketua), Amir Syamsuddin (Sekretaris), E.E Mangindaan dan Jero Wacik (Anggota) dan seorang notulis. (rmol.co)